Lifestyle

Remaja Makin Banyak Sakit Mental, Ini Penyebabnya

Remaja makin banyak sakit mental

MILEZONE.ID – Studi terbaru mengungkapkan makin banyak remaja di Inggris yang merasakan tekanan hidup parah.

Hal itu akibat dari krisis pandemi, biaya hidup, dan perawatan kesehatan. Studi itu menemukan satu dari lima remaja berusia 18 hingga 24 tahun mengalami tekanan psikologis yang parah pada akhir 2022. Angka ini lebih banyak dibandingkan satu dari tujuh orang pada 2021.

Penelitian tersebut juga menemukan tekanan psikologis yang parah meningkat di semua kelompok umur, kecuali mereka yang berusia di atas 65 tahun. Tim peniliti dari King’s College London dan University College London (UCL), Dr. Leonie Brose menyebutkan, fenomena ini perlu segera ditangani.

“Tiga tahun terakhir telah terjadi serangkaian peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dapat dilihat berkontribusi pada memburuknya kesehatan mental masyarakat (akibat krisis pandemi, biaya hidup, dan perawatan kesehatan),” ujar Dr. Leonie, seperti dilansir dari BBC.

“Studi kami menunjukkan kesejahteraan Inggris terus memburuk,” lanjutnya.

Penelitian ini dilakukan melalui survei telepon bulanan, yakni antara April 2020 dan Desember 2022. Penelitian ini melibatkan total sekitar 51.800 remaja sebagai responden.

Setiap bulan, sekelompok remaja baru ditanya seberapa sering dalam 30 hari terakhir mereka mengalami sejumlah perasaan negatif seperti tidak berharga atau putus asa, merasa gugup atau merasa sangat tertekan sehingga tidak ada yang dapat menghibur mereka.

Remaja makin banyak sakit mental
(Foto: Pxfuel)

Peserta diminta untuk menilai perasaan mereka pada skala lima poin, dengan skor yang lebih tinggi menempatkan mereka dalam kategori parah.

Secara keseluruhan, proporsi mereka yang melaporkan kesusahan parah meningkat dari 5,7 persen menjadi 8,3 persen, dengan beberapa kelompok lebih terpengaruh daripada yang lain, termasuk peserta dari latar belakang berpenghasilan rendah.

Sementara itu, proporsi remaja yang melaporkan adanya kesusahan sekitar sepertiga selama ini, atau turun menjadi 28 persen pada Mei 2021, dan naik kembali menjadi 32 persen pada akhir tahun itu.

“Secara keseluruhan, ini menunjukkan bahwa apa yang disebut perasaan tertekan, tidak bahagia, atau cemas yang normal yang mungkin tidak memerlukan atau memang menerima bantuan profesional tidak banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir,” sebut Prof. Sir Simon Wessely, dari Institute of Psychiatry, Psychology and Neurosciences, King’s College London.

“Tetapi telah terjadi peningkatan yang pasti dalam tingkat kesusahan yang lebih serius, beberapa di antaranya mungkin mencapai apa yang kita sebut tingkat parah, di mana beberapa bentuk penilaian, kemungkinan besar dalam perawatan primer, mungkin diindikasikan.”

“Yang menjadi perhatian khusus adalah ini terlihat paling banyak pada remaja, dan sudah dikonfirmasi oleh penelitian lain,” tambahnya.

Sementara Dr. Michael Bloomfield dari University College London mengatakan, sangat memprihatinkan tingkat tekanan yang tinggi dan terjadi selama masa remaja. Dia menambahkan jika ini adalah periode kunci perkembangan, dan ini mungkin merupakan peningkatan risiko masalah kesehatan mental selanjutnya.

“Populasi kaum remaja yang sehat secara mental adalah kepentingan semua orang. Berinvestasi dalam meningkatkan kesehatan mental akan terbayar berkali-kali lipat,” tukas Dr. Michael.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *