Hardnews

Guru Besar UGM Prof. Koentjoro Merasa Geram Dituding Partisan

"Saya sangat tidak puas. Saya tersinggung. Silakan bapak lihat ketika kami membacakan petisi Bulaksumur dua kali saya membaca Bismillah. Saya membacakan dengan suara kasih dari UGM mengingatkan alumninya,"
"Saya sangat tidak puas. Saya tersinggung. Silakan bapak lihat ketika kami membacakan petisi Bulaksumur dua kali saya membaca Bismillah. Saya membacakan dengan suara kasih dari UGM mengingatkan alumninya,"

MILEZONE.ID – Profesor Koentjoro, seorang guru besar di Fakultas Psikologi UGM, merasa geram dengan pernyataan Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, yang menyebut gerakan kritik yang dilakukan oleh para guru besar dan sivitas akademisi dipengaruhi oleh kepentingan politik. Dalam wawancara di channel YouTube Metro TV, Profesor Koentjoro mengekspresikan kegeramannya saat menjadi narasumber di program berita tersebut.

Awalnya, Tenaga Ahli KSP, Rumadi Ahmad, berusaha memberikan penjelasan dan klarifikasi tentang pernyataan Ari Dwipayana yang menuduh bahwa gerakan yang dilakukan oleh sejumlah sivitas akademika merupakan bagian dari suara partisan. Namun, Profesor Koentjoro merasa tidak puas dan masih tersinggung dengan pernyataan tersebut, terlebih lagi karena Ari Dwipayana juga merupakan alumni dari UGM.

“Saya sangat tidak puas. Saya tersinggung. Silakan bapak lihat ketika kami membacakan petisi Bulaksumur dua kali saya membaca Bismillah. Saya membacakan dengan suara kasih dari UGM mengingatkan alumninya,” ungkapnya.

“Dan yang dikatakan Pak Rumadi tadi ngga ada yang salah bahasanya jelas jadi jangan ada pembenaran. Maaf saya takut ada chaos pak, baru dari UGM bicara sudah banyak upaya penolakan. Saya cinta Indonesia cinta NKRI dan cinta UGM karena itu UGM mengingatkan alumnusnya dasarnya cuma itu,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Profesor Koentjoro menjelaskan bahwa petisi Bulaksumur yang dibacakan beberapa waktu lalu telah dirumuskan dengan serius dan melibatkan banyak pihak.

“Dan di UGM itu ada 250 orang merumuskan petisi Bulaksumur di situ ada debat hingga akhirnya ada tandatangan ada mantan dua rektor hingga wakil rektor hadir di acara itu, kami tidak main-main,” jelasnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Profesor Susi Dwi Harijanti, seorang guru besar di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.

“Klarifikasi yang disampaikan Pak Rumadi dalam beberapa hal tertentu masih membela rekannya, padahal sudah bisa dilihat secara jelas apa yang dikatakan Pak Ari,” ungkapnya.

“Ketika kami mengeluarkan sikap itu tidak sederhana ada proses panjang yang harus dilewati. Maka dari itu saya tersinggung ketika gerakan kami ini dikait-kaitkan dengan politik. Padahal di berbagai negara Guru Besar itu pemegang mahkota keilmuan dan keilmuan itu dipakai untuk mengawal peradaban manusia, begitu diacak-acak penguasa maka peradaban itu bakal menemui bahaya,” tegasnya.

Tenaga Ahli KSP, Rumadi Ahmad, menjelaskan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh rekannya, Ari Dwipayana, dibaca dengan konteks yang berbeda. Ia juga menegaskan bahwa Istana, khususnya Presiden Jokowi, sangat menghargai apa yang disampaikan oleh para guru besar dan sivitas akademisi. Meskipun demikian, di tengah situasi politik saat ini, pihaknya harus dapat memilah mana yang merupakan suara yang bermanfaat dan mana yang hanya kebisingan belaka.

“Kami sangat menghargai apa yang disampaikan akademisi dari kampus dan guru besar dan kami bukan hanya mendengar tapi mendengarkan meskipun dalam situasi seperti ini kami harus memilah mana yang voice mana yang noice tapi kami yakin para akademisi ini menjunjung nilai moral dan ilmu pengetahuan,” tutupnya.

Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *