MILEZONE.ID – Di tahun 2024, masih banyak saham yang belum bisa bangkit dari level gocap. Meski merupakan bagian dari grup besar, saham-saham ini masih terlelap di harga Rp 50-an. Bahkan, ada yang tidak memiliki notasi khusus dan tidak terdaftar di papan pemantauan khusus.
Beberapa saham tersebut di antaranya adalah PT MNC Asia Holding Tbk (BHIT) dari Grup MNC, PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dari Grup Bakrie, dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dari Grup Sinarmas. Namun, ada juga saham dari grup besar yang sempat terbang tinggi, seperti PT MNC Energy Investments Tbk (IATA) dari Grup MNC dan PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI) dari Grup Mahaka yang terafiliasi dengan Erick Thohir.
Selain itu, ada juga saham-saham anyar yang baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan langsung terlelap di level gocap. Di antaranya adalah PT Jasnita Telekomindo Tbk (JAST), PT Sari Kreasi Boga Tbk (RAFI), PT Kusuma Kemindo Sentosa Tbk (KKES), PT Haloni Jane Tbk (HALO), PT Lini Imaji Kreasi Ekosistem Tbk (FUTR), PT Black Diamond Resources Tbk (COAL), PT GTS Internasional Tbk (GTSI), dan PT Hetzer Medical Indonesia Tbk (MEDS).
Menurut CEO Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo, terdapat 119 saham yang masih terlelap di level gocap, di mana 30 saham tidak memiliki notasi khusus dan 89 saham memiliki notasi khusus, dengan 48 di antaranya terdaftar di papan pemantauan khusus. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh sikap “wait and see” dari pelaku pasar yang menunggu prospek kinerja emiten ke depan sebelum memutuskan untuk berinvestasi.
Sementara itu, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, menyebutkan bahwa faktor utama yang membuat saham terlelap di level gocap adalah faktor fundamental, seperti penurunan kinerja atau masih merugi. Ia juga menyarankan untuk memperhatikan kepemilikan publik saham yang sudah lama listing, karena jika sudah di atas 50%, sulit bagi market maker untuk menggerakkan saham tersebut.
Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan menyoroti tiga faktor utama yang membuat saham terlelap di level gocap, yaitu performa emiten yang membuat pelaku pasar cenderung menilai nilai perusahaan pada harga tersebut, pengenalan emiten yang kurang kepada pelaku pasar, dan minimnya transaksi atau likuiditas yang membuat saham tersebut diistilahkan sebagai “saham tidur”.