MILEZONE.ID – Setelah terjadi genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina di jalur Gaza, kini muncul gesekan baru di wilayah Timur Tengah, yaitu di Kawasan Laut Merah. Konflik antara Houthi Yaman dengan Amerika Serikat (AS) dan Inggris semakin memanas. Hal ini dimulai ketika kelompok Houthi menyerang kapal bantuan Israel yang sedang berlayar di sekitar Laut Merah.
Ahli Senior Informasi Investasi Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, menilai bahwa sejarah konflik dan perang di Kawasan Timur Tengah akan mempengaruhi kenaikan harga komoditas. Terutama karena Iran dan Irak, dua negara di Timur Tengah, memiliki peran penting dalam menentukan harga minyak.
“Belum lagi adanya konflik di Laut Merah yang menghubungkan Samudera Hindia dan Laut Mediterania,” ungkap Nafan.
Blokade di Laut Merah dapat mengganggu rantai pasokan global, yang berdampak pada kenaikan biaya dan waktu pengiriman. Menurut Nafan, rentetan konflik di Timur Tengah berpotensi meningkatkan harga minyak.
Sentimen kenaikan harga minyak juga didukung oleh kebijakan OPEC+ untuk memangkas produksi minyak. Sebelumnya, Kepala Riset RHB Sekuritas Indonesia, Andrey Wijaya, memperkirakan harga minyak mentah Brent akan mencapai US$ 85 per barel tahun ini, dan US$ 80 per barel untuk 2025-2026. Perkiraan tersebut mempertimbangkan beberapa skenario pemulihan permintaan tahun ini, seperti pertumbuhan ekonomi China yang cepat dan normalisasi suku bunga.
Permintaan minyak global diperkirakan akan mencapai 104,4 juta barel per hari pada tahun 2024, dengan defisit rata-rata sebesar 1,5 juta barel per hari.
Sebagai contoh, pada akhir November 2023, beberapa negara OPEC+ mengumumkan pengurangan produksi minyak sukarela tambahan sebesar 2,2 juta barel per hari yang akan dilakukan pada kuartal pertama 2024. Pemangkasan produksi ini akan dilakukan secara bertahap, tergantung pada kondisi pasar.